Minggu, 04 Januari 2009

Perlindungan Terhadap Korban Kejahatan

KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA

Nomor : B 187/E/5/3/95
Sifat : -
Lampiran: -
Perihal :Perlindungan Terhadap Korban Kejahatan

Jakarta, 3 Mei 1995
KEPADA YTH.
Para Kepala Kejaksaan Tinggi
Di -
SELURUH INDONESIA

Sebagaimana diketahui bahwa Undang undang Nomor : 8 tahun 1981, tentang Hukum Acara Pidana manganut sistem peradilan pidana yang mengutamakan Perlindungan hak hak azasi manusia, namun apabila ketentuan ketentuan mengenai hal itu diperhatikan secara lebih mendalam, ternyata hanya hak hak tersangka/terdakwa yang banyak ditonjolkan sedangkan hak hak dari korban kejahatan sangat sedikit diatur. Sejalan dengan azas tersebut masyarakat khususnya media massa lebih banyak menyoroti mengenai hak hak tersangka/terdakwa dari pada mempermasalahkan mengenai Perlindungan terhadap korban kejahatan.
Perlindungan terhadap korban kejahatan hanya diatur di dalam Bab XII (pasal 98 101) KUHAP, yang memungkinkan penggabungan perkara gugatan ganti kerugian kepada perkara pidana. Namun demikian di dalam praktek nampaknya belum dilaksanakan sebagaimana mestinya sehingga manfaatnya belum dapat dirasakan oleh korban kejahatan, lagi pula di dalam pasal 99 KUHAP dijelaskan bahwa ganti kerugian yang dapat diputuskan oleh Hakim hanyalah biaya yang telah dikeluarkan oleh pihak yang dirugikan sedangkan kerugian lainnya terpaksa harus digugat melalui peradilan perdata yang prosesnya memakan waktu yang lama. Disamping itu KUHAP mengatur mengenai hak pihak ketiga yang berkepentingan termasuk korban kejahatan untuk mengajukan pemeriksaan termasuk praperadilan atas penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan terhadap perkara tersangka atau terdakwa dimana yang bersangkutan Sebagai korbannya.
Selain ketentuan tersebut di atas di dalam pasal 14c KUHP menentukan bahwa Hakim dapat menetapkan syarat khusus bahwa terpidana dalam waktu tertentu, yang lebih pendek dari pada masa percobannya, harus mengganti seluruh atau sebagian kerugian yang ditimbulkan oleh tindak pidana tersebut.
Namun ketentuan ini hanya berlaku bila Hakim menjatuhkan hukuman percobaan, sedangkan dalam hal kejahatan yang menimbulkan kerugian besar atau kejahatan dengan kekerasan, hukuman percobaan sulit untuk dijatuhkan.
Masalah lain yang perlu disadari yaitu bahwa kerugian yang diderita korban kejahatan tidak selamanya kerugian yang bersifat materiil, tetapi juga kerugian yang bersifat immateriil, terutama yang diakibatkan kejahatan dengan kekerasan yaitu selain penderitaan/ cacat fisik, luka, kehilangan kegadisan bahkan mati juga mengalami gangguan psykologis seperti trauma, luka bathin, kegelisahan, rasa curiga, sinisme, depresi, kesepian, frustasi, kecewa, dendam, pemarah, perasaan Tidak berdaya, hilang kepercayaan terhadap masyarakat, hilang percaya diri dan lain lain perilaku yang tidak wajar
Namun demikian kerugian immateriil ini sama sekali belum diatur secara tegas baik di dalam KUHAP atau didalam peraturan perundang undangan lainnya sedangkan kerugian seperti ini tidak cukup hanya dengan pemberian ganti kerugian dalam bentuk uang/ materi, tetapi harus ada usaha usaha pemulihan dari segi kejiwaan dan rohani.
Sambil menunggu peraturan perundang undangan yang mengatur lebih jelas mengenai Perlindungan terhadap korban kejahatan baik penggantian kerugian materiil maupun kerugian immateriil, maka sudah saatnya diambil langkah langkah kebijaksanaan untuk mengupayakan Perlindungan terhadap korban dengan menerapkan ketentuan undang undang yang ada secara maksimal maupun melalui pengembangan yurisprudensi dalam rangka mengisi kekosongan hukum, sebagamana diamanatkan oleh GBHN 1993, dan pasal 8 (4) Undang undang Nomor 5 tahun 1991, serta upaya upaya lain yang manfaatnya dapat dirasakan oleh korban kejahatan.
Sehubungan dengan itu sebagai tindak lanjut hasil Rapat Kerja Tindak Pidana Umum 1995 bersama ini diberikan petunjuk sebagai berikut :
1. Supaya sejak tahap pra penuntutan Jaksa Penuntut Umum sudah memberitahukan kepada korban Kejahatan baik anggota masyarakat maupun Negara Cq. Instansi/Lembaga terkait mengenai hak haknya untuk mengajukan gugatan ganti kerugian yang bersifat materil yang dideritanya sebelum tuntutan pidana dibacakan sesuai pasal 98 KUHAP Sedangkan kerugian lainnya dapat diajukan melalui proses perdata sebagaimana dijelaskan dalam Bab IV Keputusan Menteri Kehakirnan RI Nomor: M.01/PW.07.03 tahun 1982.
2. Dalam hal terhadap terdakwa patut dituntut dengan hukuman percobaan agar diterapkan ketentuan pasal 14c KUHP dengan mencantumkan kewajiban membayar ganti kerugian kepada korban kejahatan sebagai syarat khusus.
3. Dalam hal dituntut hukuman bukan percobaan diharapkan Jaksa Penuntut Umum mengadakan pendekatan kepada Hakim untuk kernungkinan mengembangkan yurisprudensi dengan menjatuhkan hukuman tambahan terhadap terdakwa membayar ganti rugi kepada korban kejahatan.
4. Mengusahakan upaya upaya lain yang dapat membantu pemulihan kerugian yang diderita korban kejahatan baik materiil maupun immateriil dengan melibatkan badan badan sosial baik yang dibentuk atas prakarsa masyarakat maupun atas dorongan pemerintah.
5. Petunjuk ini merupakan penegasan dan melengkapi Petunjuk kami Nomor B 63/E/2/94 tanggal 4 Pebruari 1994, perihal Perlindungan Terhadap Korban Kejahatan.

Demikian untuk dimaklumi dan dilaksanakan dengan rasa tanggung Jawab.

JAKSA AGUNG MUDA
TINDAK PIDANA UMUM

ttd

I.N. SUWANDHA, SH

Tembusan:
1. YTH. BAPAK JAKSA AGUNG R.I.
(sebagai laporan)
2. YTH. BAPAK WAKIL JAKSA AGUNG R.I.
3. YTH. PARA JAKSA AGUNG MUDA
4. A R S I P.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar